Senin, 12 April 2010

Teknik Kursi Kosong

MAKALAH KONSEPTUAL
TEKNIK KURSI KOSONG

A.Konsep
Kursi kosong merupakan salah satu teknik terapy Gestalt yang banyak diterapkan dalam terapy ini di kembangkan oleh Frederick “Fritz” Pearls (Ramya, 2007). Teknik kursi kosong merupakan teknik permainan peran dimana klien memerankan dirinya sendiri dan peran orang lain atau beberapa aspek kepribadiannya sendiri yang dibayangkan duduk/berada dikursi kosong. Menurut Joyce & Sill (dalam Safaria, 2005), teknik ini dapat digunekan sebagai suatu cara untuk memperkuat apa yang ada di pinggir kesadaran klien, untuk mengeksplorasi polaritas, proyeksi-proyeksi, serta introyeksi dalam diri klien .
Teknik ursi kosong sebagai alat biasanya digunakan untuk membantu klien dalam memecahkan konfli-konflik interpersonal, seperti kemarahan pada seseorang, merasa diperlakukan tidak adil, dan sebagainya. Tujuan pemakaian teknik ini adalah untuk mengakhiri konflik-konflik dengan jalan memutuskan urusan-urusan yang tidak selesai yang berasal dari masa lampau klien (Safaria, 2005:117). Dalam teknik ini, konselor menggunakan dua kursi sebagai media pelaksananya. Konseloa meminta klien untuk duduk dikursi menjadi under dog dimana under dog adalah pihak yang lemah, defensif, membela diri, tidak berdaya, dan tidak berkuasa. Kemudian pindah ke kursi satunya sebagai top dog dimana top dog adalah pihak yang berkuasa, otoriter, moralistik, menuntut, berlaku sebagai majikan, dan manipulatif.
Teknik kursi kosong merupakan permainan peran dimana klien memerankan dirinya sendiri dan peran orang lain atau beberapa aspek kepribadian sendiri yang dibayangkan berada dikursi kosong.

B. Asumsi Dasar
Teknik kursi kosong ini merupakan salah satu teknik dalam terapy Gestalt, yang memandang bahwa:
1. Individu itu dapat mengatasi masalahnya sendiri dan memiliki kesanggupan untuk memikul tanggung jawab pribadi.
2. Kesadaran adalah bagian yang paling penting dari pengturan diri individu, agar ia mengetahui keseimbangannya sendiri kemudian mencari dan menemukan apa yang diperlukan untuk memenuhi keseimbangannya tersebut, individu harus menyadari dirinya sendiri.

C. Tujuan
1. Teknik ini untuk mengakiri konflik-konflik dengan jalan memutuskan urusan-urusan yang tidak selesai yang berasal dari masa lampau klien.
2. Sebagai alat membantu klien agar ia memperoleh kesadaran yang lebih penuh dalam menginternalisasikan konflik yang ada pada dirinya.
3. Klien menjadi sadar akan apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukan itu, dan bagaimana mereka mengubah diri dan pada waktu yang sama untuk belajar menerima dan menghargai diri mereka sendiri.
4. Teknik ini membantu klien untuk tidak mengingkari hal yang sudah ada, dan hanya berbicara mengenai perasaan yang berkonflik, tetapi mereka dapat menginfestasikan perasaan dan mengalami sepenuhnya.
5. Klien menjadi sadar bahwa perasaan merupakan suatu bagian yang sangat nyata dalam diri mereka, sehingga teknik ini mendorong klien untuk tidak mengabaikan perasaannya.
6. Klien bisa bertanggung jawab atas segala konsekuensi atas apa yang ia kerjakan setelah terapi, tanggung jawab adalah pemahaman atau kemampuan menjawab.

D. Karakteristik
1. Klien bisa bertukar peran sebagai diri sendiri dan orang lain.
2. Terfokus pada pertentangan antara top dog dan under dog.
3. Mengekspresikan perasaan.
4. Permainan diperankan dalam top dog yang mirip dengan pihak yang berkuasa, otoriter, moralistik, menuntut, berlaku sebagai majikan, dan manipulatif.
5. Permainan diperankan dalam under dog yang mirip pihak yang lemah, defensif, membela diri, tek berdaya, dan tidak berkekuasaan.

E. Prinsip Dasar
1. Keseluruan peran dimainkan oleh klien sendiri (top dog dan under dog)
2. Teknik ini biasanya digunakan oleh orang-orang yang mengalami konflik internal dan untuk menyelesaikan faktor-faktor internal tersebut, seperti: kurang percaya diri mengakibatkan rasa tertekan, minder.
3. Perhatian terfokus pada pemisahan fungsi kepribadian dari individu antara top dog dan under dog.

F. Kelebihan dan Kekurangan
 Kelebihan
1. Klien berperan aktif dalam konseling sebagai top dog dan under dog.
2. Jika potensi yang dimiliki klien bagus, maka hal itu memotivasi klien untuk berubah menjadi lebih baik.
3. Dapat digunakan untuk membantu klien yeng mengalami konflik-konflik internal yang hebat. Ex: rasa kurang percaya diri, tertekan oleh keadaan lingkungan seperti dilingkungan kerja.
 Kekurangan
1. Tidak semua klien mampu memerankan menjadi orang lain.
2. Klien sering kali tidak jujur terhadap perasaannya sendiri sehingga menghambat dalam penggunaan teknik ini.
3. Banyak klien yang tidak bisa berperan sebagai posisi top dog.
4. Tidak semua klien bisa mengungkapkan perasaanny dengan baik pengalamannya saat konseling “here and now”.

G. Kemanfaatan
1. Untuk memahami urusan-urusan yang tidak selesai dalam kehidupan klien yang selama ini membebani dan menghambat kehidupan klien secara sehat.
2. menyadarkan klien untuk melihat kenyataan bahwa perasaan-perasaan itu merupakan bagian-bagian darinya yang nyata.
3. Membantu klien agar bisa mengerti akan perasaan-perasaan atau sisi dari dirinya yang mungkin diingkari.
4. Membantu klien untuk mengungkapkan perasaan-perasaan yang bertentangan dengan dirinya secara penuh.

H. Kendala Aplikasi
1. Tidak semua klien bisa mengungkapkan perasaannya dengan baik.
2. Klien sering kali tidak jujur atas perasaannya sediri dalam proses konseling sehingga dapat menghambat proses konseling.
3. Minimnya peran konselor dalam pelaksanaan teknik ini (konselor sebagai pengarah saja) sehingga klien tidak dapat mengeksternalisasi peran yang dimainkan dengan maksimal (asal-asalan) sesuai kehendak klien.

I. Media dan Intrument
2 buah kursi

J. Prosedur Penggunaannya
1. Klien diminta untuk mengidentifikasi akan kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang ada pada diri klien.
2. Konselor memberitahukan bagaimana aturan main dari permainan peran ini.
3. Klien diminta agar ia bisa menghadapkan suatu situasi, dimana, kapan ia harus berperan sebagai top dog dan kapan ia harus memainkan peran sebagai under dog.
4. Saat ia bermain peran dalam teknik kursi kosong, klien diminta agar benar-benar memainkan perannya sesuai dengan kondisi sebenarnya (serius). Contoh saat ia senang ia harus dapat mengungkapkan kegembiraannya tersebut begitu sebaliknya saat ia sedang sedih ia harus dapat mengungkapkan perasaannya tersebut. Dan saat ia sedang marah ia juga harus dapat mengungkapkan kemarahannya dengan sungguh-sungguh.
5. Setelah permainan peran berakhir klien diminta untuk mendiaknosis akan perasaan-perasaan yang dialaminya.
6. Mengevaluasi seberapa evektif akan keberhasilan dalam pengungkapan perasaan klien.

2 komentar: